Senin, 11 Oktober 2010

Menyelamatkan Bahasa Jawa dan Bahasa Daerah Lainnya

1. Latar Belakang Masalah.

Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat banyak memiliki suku bangsa. Masing-masing suku bangsa tentu saja mempunyai kebudayaan yang salah satu unsurnya adalah bahasa . Bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai bahasa persatuan dalam Sumpah Pemuda ke II pada tahun 1928. Dilanjutkan kembali dalam Kongres Bahasa Indonesia I di Solo pada tahun 1939. Dari gambaran tersebut bahwa kepentingan Bahasa Indonesia pada saat itu sebagai bahasa pemersatu antar suku bangsa. Dan dari rasa persatuan tersebutlah dapat mengusir penjajah, sehingga menuju pada kemerdekaan.
Maka, permasalahannya yang pertama adalah bahasa Indonesia yang telah ada selama ini dapat mengancam bahasa Daerah yang ada di Indonesia, khususnya bahasa Jawa. Kemudian, permasalahan yang kedua adalah ketika bahasa Indonesia hanya digunakan sebagai komunikasi secara formal dan kurang dihargai nilainya atau bahkan dianggap sebagai ancaman bahasa Daerah lain, khususnya bahasa Jawa tentu saja dapat berakibat pada lunturnya rasa nasionalisme. Dan masalah yang ketiga adalah dirancangnya undang-undang tentang bahasa apakah merupakan solusi yang tepat terhadap permasalahan bahasa pada saat ini.
Dari berbagai masalah tersebut tentu saja dapat ditarik bahwa permasalahan terhadap bahasa Daerah, khususnya bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia merupakan dua permasalahan yang tidak bisa dipisahkan dan saling terkait. Harus ada usulan dan tindakan nyata!

2. Strategi Menyelamatkan bahasa Daerah khususnya bahasa Jawa dengan Pendekatan Psikolinguistik.

Bahasa Indonesia telah mendapatkan tempat sendiri dalam masyarakat yang ada di Indonesia. Hampir semua orang menggunakan dalam situasi formal, tetapi tanpa disangka bahwa bahasa Indonesia dapat menjadi ancaman bagi bahasa Daerah yang ada di Indonesia. Ancaman tersebut tidak lain jika bahasa Indonesia digunakan dalam kehidupan sehari-hari yang bukan dalam keadaan yang mengharuskan , tetapi dalam lingkungan lokal.
Sebagai contoh adalah seorang ibu yang berada di Jawa dengan latar budaya Jawa tetapi dia mengajari anaknya dengan bahasa Indonesia. Hal tersebut juga merupakan ancaman terhadap bahasa Jawa. Kenapa? Bukankah bahasa juga memerlukan regenerasi? Bisa dikatakan bahwa orang yang hidup di Indonesia diharuskan bilingual atau bahkan trilingual. Bahasa daerah sebagai bahasa suku bangsa, bahasa Indonesia sebagai bahasa satu bangsa, dan bahasa Inggris dalan pergaulan Internasional.
Kemudian, yang ketiga adalah bahwa dalam mengajari bahasa diharuskan bertahap. Misalnya, umur 1-3 tahun diajari bahasa Daerah, umur 1-5 tahun mulai diperkenalkan bahasa Indonesia, dan umur 5-8 tahun mulai diperkenalkan bahasa Inggris .
Di dalam bahasa Jawa juga terdapat kata-kata yang hubungannya antara orang tua dengan anak kecil, yang memiliki tujuan tersirat. Kata-kata tersebut dianggap halus atau tidak terlalu kasar, hal ini dimaksudkan bahwa sejak kecil sudah diajarkan betapa pentingnya sopan-santun. Kata-kata tersebut sangat khas, seperti :
Bobuk (tidur)
Maem (maem)
Pakpung (mandi)
Pipis (kencing)
Iik (berak)

Kemudian terdapat pula pengajaran tentang sopan santun, menghargai orang tua melalui lagu. 
.......... Dhondhong apa salak, ngandhong apa mbecak, Atik ndherek Ibu,......
Kata ndherek merupakan upaya pengajaran agar anak menghormati ibunya sebagai orang tuanya.
Pengenalan berbahasa secara bertahap tersebut yang merupakan cara untuk menghindari seorang generasi kehilangan jati diri budaya suku bangsa dan bangsa.

3. Memasukkan unsur bahasa daerah khususnya bahasa Jawa.

Jika sesuatu dianggap sebagai ancaman, bukankah sebagai manusia wajar jika menghindar atau melawan. Begitu pula bahasa Indonesia, jika bahasa Indonesia dianggap sebagai ancaman oleh penutur bahasa Jawa. Bukankah wajar jika masyarakat Jawa jarang atau bahkan tidak menggunakannya.
Oleh karena itu alangkah baiknya jika beberapa kosa-kata dari bahasa daerah / bahasa suku bangsa masuk dalam kosa-kata bahasa Indonesia, lebih khususnya ke KBBI . Pertimbangannya adalah selama ini KBBI masih menjadi acuan pokok bahasa baku, bahasa Indonesia.
Misalnya pula dengan memasukkan bahasa Jawa sebagai lema baru bahasa Indonesia. Di dalam bahasa Jawa banyak terdapat kata yang hanya terdiri dari satu suku kata, seperti :

Wit (pohon)
Woh (buah)
Wong (orang)

Walaupun tiap suku bangsa hanya memasukkan satu kosa-kata jauh lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Hal ini supaya tiap masyarakat suku bangsa merasa memiliki bahasa Indonesia.

4. Potensi Bahasa Jawa.
Potensi bahasa Jawa yang masih dapat dimasukkan ke dalam bahasa Indonesia, misalnya tentang nama anak hewan, nama buah yang masih kecil, spesifikasi tindakan, menunjuk keadaan. Sebagai perbandingan bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia      Bahasa Jawa
Ayam                       Pitik
Anak Ayam              Kuthuk
Ayam Jago               Jago
Ayam                       Babon
Dari perbandingan dengan pengambilan satu contoh saja dapat diketahui bahwa bahasa Jawa lebih spesifik dari bahasa Indonesia.

5. Kesimpulan
Bahasa Indonesia adalah bahasa milik seluruh suku bangsa yang ada di Indonesia, sudah sepatutnya jika tiap bahasa daerah memasukkan lema atau unsur lain ke dalam bahasa Indonesia. Dan dalam proses pengajarannya, bahasa daerah sebaiknya menempati posisi pertama, dilanjutkan dengan bahasa yang lain.

Tidak ada komentar: