Sabtu, 16 Januari 2010

3 Unsur Pokok Kearifan Proposisi Jawa

Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan Spiritual.

Dari beberapa penelitian ilmiah menyatakan bahwa kecerdasan intelektual hanya menentukan keberhasilan sebanyak 20% kemudian yang 80% adalah kecerdasan Emosional. Tapi bagaimana jika kedua ilmu tersebut dikuasai oleh hitler, stalin, lenin... bagaimana..?

Tentu akan terjadi pembantaian umat manusia yang tidak berperi kemanusiaan demi kekuasaan semata...

Yah benar, dibutuhkan satu lagi kecerdasan yaitu Kecerdasan Spiritual.

Pertanyaannya apakah ada ilmu yang mempelajari hal tersebut..?
Jawabnya adalah ada, saya akan menggabungkan ilmu kearifan Jawa yaitu Ngangsu Kawruh, Tepa Salira dan Eling Sangkan Paraning Dumadi.

Akan kita bahas satu persatu :
1. Ngangsu Kawruh (Mencari Ilmu)
Untuk mendapatkan ilmu kita harus mencarinya dengan cara belajar, dengan cara belajar tersebutlah kita mempertambah kecerdasan intelektual. Contohnya: Di bangku sekolah belajar mpe belasan taun.

2. Tepa Salira (Memahami dan Menghayati Perasaan Orang Lain)
Jika bos anda jelek tentu anda tidak mungkin mengatakan, "bos kamu kok jelek banget", tentu tak ingin mengatakan demikian, bisa-bisa anda dipecat nantinya...

3. Eling Sangkan Paraning Dumadi (Ingat, kita dari mana dan akan kemana?)
Bukan sekadar Ingat, tapi ingat kepada Tuhan Pencipta Alam Semesta.
Yah inilah kecerdasan Spiritual, Kita itu dari mana dan akan kemana.?

Kita pintar akan akuntansi, kita pintar tentang pengembangan kepribadian, mau korupsi lalu Eling. Aku yakin ora sida korupsi...

Hidup Kita Sendiri Lebih Indah

Kadang kita beranggapan hidup orang lain lebih indah. Kecukupan Materi, Penuh Cinta dan Kasih sayang dari Orang Tua, dan juga dengan pergaulan yang ceria.

Terkadang beranggapan, profesi yang dijalankan orang lain lebih baik dari profesi yang kita jalankan.

Benar lebih baik, tapi jika hanya melihat dengan sekejab mata. Coba dalami lebih dalam...

Seorang wiraswasta terpandang, melakukan profesinya dari bawah, ketika di atas dia jarang tidur, sibuk mengurusi bisnisnya yang besar. Jarang bertemu dengan keluarganya, bahkan anaknya jatuh terhadap jurang narkoba. Sampai dia mengatakan "saya gagal sebagai ayah".

Seorang bijak datang menghampirinya, "kamu tidak gagal, tetapi kamu kurang meluangkan waktu untuk anakmu"

"kurang apa? bukankah saya bekerja hanya untuk anakku?"
"kamu kurang memberinya perhatian, walapun hanya mengucapkan selamat tidur kepada anakmu, harta tidak bisa menggantikan sebuah perhatian"

setelah beberapa bulan, ayah dan anak tersebut tampak harmonis, apa yang dia ucapkan kepada sang bijaksana...

"saya telah menjual semua perusahaan saya, karena saya beranggapan aset terbesar saya adalah anak saya"

Diketahui bahwa ayah tersebut menjual seluruh aset, demi kesembuhan anaknya dari ketergantungan narkoba. Kemudian dia bersama anaknya merintis usaha dari bawah lagi...

Perhatian sekecil apapun sangat berharga.

Jangan Menyerah

Berhubung lagu “jangan menyerah” terus nguping di telinga, jadi pembahasan yang sekarang lagu ini aja dulu, maaf banget yah….!!
Dari liriknya dulu okeh… keh… keh… (klu bisa sekalian dengerin lagunya, biar masuk ke long term memory)

Tak ada manusia…
Yang terlahir sempurna…
Jangan kau sesali…
Segala yang telah terjadi…

Kita pasti pernah dapatkan…
Cobaan yang berat…
Seakan hidup ini…
Tak ada artinya lagi…

Syukuri apa yang ada…
Hidup adalah anugrah…
Tetap jalani hidup ini…
Melakukan yang terbaik…

Tuhan pasti kan menunjukkan…
Kebesaran dan kuasa-Nya…
Pada hamba-Nya yang bersabar dan tak kenal putus asa…

Jangan Menyerah…. Jagan Menyerah…


“Tak ada manusia…
Yang terlahir sempurna…”

Betul sekali, manusia memang memiliki kekurangan. Pokoknya macam-macam lah, baik kekurangan fisik ataupun bukan. Ada yang buta, tuli dan tak sempurna. Tapi kita perlu ingat bahwa manusia adalah makhluk yang paling sempurna dari makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Jangan jadikan kekurangan yang ada pada diri kita sebagai alasan atau kelemahan, tetapi jadikanlah kekurangan tersebut sebagai kekuatan. Mungkin kalian tidak percaya bahwa Thomas Alfa Edison (Penemu Lampu) dan Bethoven (Musisi) menciptakan karya-karya hebatnya setelah mereka tuli. Kadang kita memang perlu menjadi orang yang tuli, coba kamu bayangkan dan ceritakan kepada orang lain tentang mimpi-mimpimu yang setinggi langit… Ujung-ujungnya akan ada orang yang berkata “tidak usah bermimpi kamu”… Pernah ngalami ga hayo..? Padahal kata Nidji “mimpi adalah kunci…”. Orang yang tidak punya mimpi adalah orang yang kesasar terlahir di dunia. Jadi beranilah bermimpi…

Biar masuk ke long term memory, Saya bantu dengan beberapa pertanyaan dan isilah sesuai impian dan kata hatimu….
1. Apa impian kamu 6 bulan ke depan?
2. Apa impian kamu 1 tahun ke depan?
3. Apa impian kamu 2 tahun ke depan?
4. Apa impian kamu 5 tahun ke depan?
5. Apa impian kamu 25 tahun ke depan?
Ulangi hingga 10 kali…
Dan simpanlah dalam hati…

Sebuah Cerita di Group Jaringan Cah Kebumen

Bagaimana kabar hari ini..?? Tentunya baik saja, amien. Kalo yg sedang sakit, semga diberi ksmbuhan. Karena kesehatan adl investasi hidup yg sangt brhrga.

Memulai kisah baru adalah harapan kita semua, semua bisa dicritakan agar dapat memetik hikmah dari kejadian. Ini asli, kisah nyata dan tidak direka-reka.

Saya akan memulai cerita yg sangat istimewa. Tentang kasih sayang Tuhan kpd umatnya.

Saat itu saya sngt bermimpi keluar Jawa, jln2 ke sebuah pulau pokokny luar Jawa. Dan kesempatan itu adalah ketika saya mendapat undgn suatu organisasi ke Makasar, sy dlm posisi tersebut tidk punya uang dan biaya. Saya hny pnya tekad dan usaha...

Tak terasa tawaran itu dtg dr Mas Ridho (senior saya), dalm ksempatan itu sy hnya mengutarakn niat sy dan alhmdulillah ditanggapi dg baik, sy berkata dg jujur dan apa adanya ttg mslah financial sy, dan saat itu Mas Ridho hnya bilang
"usaha dan semangat lebih penting"
tak lama kmdian kita berangkat dg kapal dr tj.priok, semua dback up sm Mas Ridho... perjalanan sngt menarik di kapal krn kt tak dpt tmpt di kapal terpaksa di dekat r. nahkoda... perjalanan ditempuh dlm waktu 4 hr 3 mlm...
Dan di sana kt khabisan duit jg, biaya di back up lg sm Mas Subhan... Dan akhirnya bisa pulang lg ke P. Jawa.

ih rese ky gt aja dicritain...!? penuhin inbox facebook aj.

bukan itu intinya...

Percaya ga percaya, hal ini sy kaitkn dg ap yg sy lakukan beberapa th yg lalu. saat itu sy membelikan tkt seseorg. Dan Subhanalloh, Alloh swt membalasnya berlipat... dr tiket yg hnya beberapa rupiah mjd tiket yg hrgany ratusan ribu...

Di sini sy bukan ria, tp hny ingin berbagi bhwa kalau kt memberi, Alloh swt akan memberinya dg lebih.

kemudian lg...

Saat ayah sy meninggal dunia ( maret 2009 ), tak lama ada yg menawarkn untuk membiayai kuliah sy... dia adl Mas D (maaf tidak boleh disebutkan)...

dan kejadian ini sy kaitkan ktk saat smp hny membelikn buku pelajaran (saat itu sy jg ijin sm ayah sy)...

Sekali lg jangan takut memberi, wlpun kita jg sulit...
Dan dititik terendah (de-motivation), sy membuat group Jaringan Cah Kebumen... Krn sy kehilangan figur ayah yg open minded, demokratis, sll brjuang untuk ank2 demi puncak kesuksesan...

Group ini sy dedikasikan untuk (alm) ayah sy TAUFIK W.H. yg telah mengabdi di PEMDA Kebumen, Sekretariat KPU Kab. Kebumen, dan belum selesai mengabdikan dirinya di Badan Pengawas. Ibu sy SUPRIYATIN yg selalu dekat dg muridnya, anak-anak TK Pancasila, masa depan bangsa. Kalau ada yg kenal ayah sy, dan ada sesuatu yg kurang berkenan dr ayah sy, kami sekeluarga minta maaf.

jd jgn takut...
Keajaiban itu ada...

Terima Kasih yg telah membaca cerita sy...
Terima Kasih kpd Wiji (Akbid Stikes Muh Gmbg) sahabat, yg membri motivasi di saat sulit...

Hormat sy,

Ade C.S.

Jumat, 15 Januari 2010

Kata Jorok Pertama

Mengingat sesuatu yang terbenam puluhan tahun di otak sama halnya membuka-buka lembaran yang sudah usang, walaupun usang namun sangat berarti untuk hidup kita. Pertama-tama belajar bahasa aku hanya mengenal bunyi /a/, /i/, /u/, ternyata bunyi itu adalah System Vokal Minimal atau bunyi pertama yang keluar ketika anak mulai berbicara, semua bahasa di dunia memiliki minimal tiga vokal ini, dari ketiga bunyi vokal tersebut, bunyi vokal /a/ yang paling mudah diucapkan. Lama kelamaan aku mengenal bunyi konsonan /p/,/b/,/m/,/n/, bunyi konsonan itu disebut Sistem Konsonantal Minimal.
Waktu itu aku sudah mulai cas-cis-cus karena telah dapat mengucapkan “ibu” dengan sempurna atau sudah tidak terbata-bata lagi, aku tau yang dimaksud ibu yaitu orang yang sering menyuapiku, memandikanku, pokoknya yang mengurusi tentang diriku. Aku juga telah dapat mengucapkan “ayah..”, yang aku tau tentang ayah adalah orang yang tidur disampingku dan ibuku ketika malam, ayah tidak selalu disampingku, jarang menyuapiku, memandikanku. Seingatku ayahku itu sering menyuruhku mencium tangannya lalu berkata “ayah ke kantor dulu… sayang” kemudian mencium keningku. Sepertinya kegiatan yang paling sering dilakukan.
Setelah aku puas membuka memori di rumah, aku berjalan sebentar dan berhenti di tepi jalan dekat rumah.
Hari itu aku menunggu seperti biasa, berharap mendapat ciuman di keningku. Akan tetapi, ayahku belum bersiap-siap, justru tidak memakai pakaian seperti biasanya. Aku baru mengerti bahwa ketika hari Minggu ayahku tidak pergi ke kantor. Hari ini ayahku akan bekerja bakti membersihkan lingkungan. Aku merengek ingin ikut.
Saat itu teringat bahwa aku mengalami proses sosialisasi dengan orang dewasa. Ketika para orang dewasa mencangkuli rumput, aku malah asyik sendiri memainkan rumput dan kerikil di samping ayahku. Dan aku melihat para ibu sedang mempersiapkan makanan dan juga minuman. Dalam tradisi di desa, biasanya ketika orang laki-laki sedang bekerja bakti, maka kaum hawa wajib memasak dan menghidangkannya.
“adek sini dulu ya? Ayah mau ngambil minum dulu” tutur ayahku agak membungkukkan badan.
Aku mengangguk saja. Disampingku ternyata ada dua orang yang sedang mengobrol sambil bercanda, dan tiba-tiba mengeluarkan kata “asu ” dengan kerasnya. Aku menatap ke arah dua orang tersebut. Sampai-sampai seseorang menegur mereka “wis to bercandanya, nanti keterusan”.
Kemudian tak seberapa lama ayahku datang dan memberiku segelas air teh yang masih hangat. “adek.. minum dulu ya?”. Aku hanya menggelengkan kepala tanda tak mau .
Ayahku duduk sambil bercerita dengan orang lain. Aku asyik sendiri dengan rumput, kerikil, tanah dan lidi. Tanah-tanah aku buat gundukan seperti gunung, lalu aku ratakan lagi. Sampai tak terhitung lagi berapa kali aku melakukannya. Tanganku kotor semua. Kerja bakti juga telah usai, diajaknya aku oleh ayah untuk pulang ke rumah. Namun, aku masih asyik bermain, ditambah lagi aku sekarang punya teman. Namanya Aji, tetangga rumah. Aku jarang keluar rumah untuk main karena memang rumahnya agak jauh dengan tetangga sekitar. Boleh dibilang menyendiri. Setelah beberapa lama, akhirnya aku dan Aji bosan juga. Ayahku dan ayahnya Aji mengajak aku dan Aji pulang ke rumah karena matahari telah beranjak naik dan menyengat di kulit.
Aku menggelengkan kepala, jalan itu tidak berubah, semua masih seperti dulu, hanya telah diaspal dengan kualitas yang kurang baik. Aku pindah haluan ke tempat yang lain, aku ingin melihat kamar rumah bagian depan, tempat aku menngigau tentang kata “asu”.
Seperti biasa, setelah azan isya, Ibuku mengajakku tidur. Sebelum tidur bercerita terlebih dahulu, ceritanya adalah tentang kancil yang berlomba lari dengan siput, karena kancil sombong akhirnya siput yang menang lomba lari, rupanya kancil tertidur saat akan beranjak garis terakhir perlombaan.
Cerita ditutup dengan pesan “walaupun adek memiliki kemampuan lebih dari orang lain, adek tidak boleh sombong, tidak boleh terlalu menunjukkannya”. Aku belum begitu mengerti dan hanya mengangguk. Seketika itu juga aku diajak oleh ibuku untuk beranjak tidur dengan diiringi lagu ‘nina bobok’, seperti biasa pula aku minta agar kata nina diganti dengan adek.
Adegan itu terkenang dalam otakku, setelah aku remaja diceritai oleh ibuku bahwa aku pernah mengigau dengan kata “asu…. asu… asu…”. Ibuku yang mendengarnya dengan antisipatif, beliau mengalihkannya dengan mengajakku berbicara “bukan… bukan…. asuuu… dek… tapi boooiiii”. Lalu igauanku berganti dengan “boi…boi…boi…”. Akhirnya sampai saat ini jika aku menyebut asu dengan boiii, karena dirasa lebih halus daripada kata asu, kata asu cenderung digunakan untuk mengumpat. Setelah diselidiki oleh ibuku, ternyata aku mendapatkan kata asu secara spontan karena mendengar ada orang yang mengatakan asu.
Aku mengambil sepeda motorku, karena aku ingin melihat sekolah TK, tempat dahulu aku menemukan teman-teman sebaya.

Awal Aku Berlari

Seorang anak kecil nampak sedang belajar berjalan, terjatuh dan terjatuh lagi dia.
Sambil berkata “iii…bu… i… bu…” dengan terbata-bata .
“ayo… kemari… mrenea” kata sang ibu sambil menengadahkan kedua tangannya ke anaknya.
Tak seberapa lama sang anak telah berada di pelukkan ibunya, ayah menghampirinya dan memberinya susu kemasan sebagai hadiah telah melakukan tindakan yang sempurna.
Bayangan itu ada di dalam memoriku dan keluar seperti potongan-potongan film setelah aku melihat sebuah kursi tua, saat itulah aku pertama kali mendapatkan pelajaran berharga. Aku jatuh terus menerus dan berulang kali, akan tetapi aku tak kenal putus asa belajar berjalan. Dan kursi tua itulah yang selalu mengingatkanku, kursi itulah yang memberikan pelajaran bahwa terjedot benda keras sangat sakit. Seandainya aku putus asa dan menyerah, maka sampai sekarangpun aku tak bisa berjalan. Tapi itulah hebatnya sebagai seorang anak kecil, selalu ingin tahu, dan terus belajar, dan karunia yang paling indah sebagai anak kecil adalah belum mudah terpengaruh omongan orang lain. Seperti yang pernah aku alami, yang terus menerus mendapatkan sugesti dari orang lain “kuliah itu… mahal, kuliah di ui… …” dan “bla… bla… bla…”. Sebagai orang yang mempunyai mimpi tinggi sebaiknya kata-kata dari orang lain perlu disaring terlebih dahulu, jangan diterima begitu saja.
Ibuku sedang membersihkan rumah, dan aku asyik sendiri bermain dengan mobil-mobilan baruku. Seakan mobil itu bisa diajak berbicara. Maka kuajak bicara dia, walaupun aku terbata-bata, kutanya lalu kujawab sendiri, sangat khas anak kecil. Aku sudah lama menunggu ibuku menyelesaikan pekerjaan rumah, tapi belum juga selesai. Akhirnya kupaksakan aku berdiri, aku sudah bosan bermain mobil-mobilan dan celaka! Keseimbanganku oleng dan “thak..!!” dilanjutkan “oe… oe…”. Aku kejedot meja lagi. Dua bekas telah ada di kepalaku, mungkin inilah yang digariskan sebagai hiasan abadi. Aku raba kepalaku dan sampai sekarang masih ada .
Aku tersenyum simpul.
Kemudian ibuku mendatangi pangeran ragil nya, dan berkata “cup..cup…cup…” sambil meniupi kepalaku yang kejedot. Sangat khas orangtua Jawa. Kehangatan kasih sayang orang tua tak bisa tergantikan oleh siapapun. Aku kelelahan di gendongannya dan akhirnya aku tertidur dengan pulas.
Aku terbangun dari tidurku karena ada sesuatu yang hangat dan basah menggangguku, ternyata aku ngompol. Dan aku sudah ada di kasur yang empuk, ibuku yang ikut berbaring di sampingku dengan wajahnya yang nampak kelelahan hanya berkata “ehmm cah bagus ngompol, pinterr.. udah nggak nangis lagi”, wajahnya berubah menjadi sumringah, karena kecerdasan putranya bertambah lagi, karena sudah tidak menangis setelah ngompol.
Itulah yang kuingat ketika melihat dipan kasur ukiran dari Jepara. Kelelahan orang tua tidak dirasakan sama sekali demi anak-anaknya, kebahagiannya terpancar melihat perkembangan buah hatinya. Seluruh rumah dan tiap-tiap bagiannya terdapat memori tersendiri yang sangat indah dan tak bisa terlupakan dan tergantikan. Sengaja aku puaskan seharian penuh untuk melihat dan mengingatnya, kadang aku tersenyum sendiri jika terdapat hal yang menyenangkan. Sekali lagi, menjadi anak kecil tidak memiliki rasa bersalah sedikitpun, walaupun berbuat yang merusak dan membahayakan. Karena anak kecil memang sedang ditulis oleh orang tuanya untuk menjadi apa. Aku duduk di teras dan melihat halaman rumah. Kenangan yang hadir adalah saat aku belajar berlari mengambil mainan.
Tak ada yang menitahku, yang ada justru meneriakiku dengan kata-kata “ayooo ambil… sedikit lagi…”. Aku berlari dan berusaha mengambilnya, aku hampir mengambil mainan itu dari tangan kanan ayahku. Tapi ayahku masih juga tak memberikannya, malah berjalan mundur. Aku masih kesusahan berlari, tapi akhirnya karena terus mendapatkan motivasi dari ayah, aku bisa berlari juga. “Hap..” tanganku bisa mengambil mainan itu. “bagus… nak… bagus…” hadiah kecupan mendarat di pipi kananku. Itulah Awal aku bisa berjalan, itulah awal aku bisa berlari. Jika aku menyerah pada saat itu, mungkin sampai sekarangpun aku tak bisa berjalan.
Lantai-lantai menjadi saksi, aku belajar berlari, sampai benar-benar bisa berlari kesana kemari. Mengambil barang ini itu, merusakkannya, memecahkannya, merobek-robek buku dharma wanita yang tersusun di rak. Mungkin aku tergolong anak yang hiperaktif karena ketika disuruh makanpun, masih tetap berlarian mengambil barang-barang yang ada dan memainkannya. Apapun menjadi mainan olehku pada saat itu.
“adek… maem dulu, aa dulu”, suruh ibuku.
Karena ibuku udah kesal, akhirnya dia memakai jurus yang sangat ampuh, yaitu cara menyuapinya dengan memainkan seolah-olah seperti pesawat terbang.
“ngeng… ngeng…, aa dulu ya?” rayu ibuku.
Aku menolehkan kepala, dan ternyata cara tersebut mengalihkan perhatianku, sepertinya aku sangat tertarik dengan permainan itu. Aku membuka mulutku dan seolah-olah di situ adalah tempat mendarat bagi pesawat terbang. Setelah selesai mengunyah, aku berkata “aa..aa..”. Ketika makanan dalam mangkuk hampir habis, aku menemukan benda yang sangat seru, benda ini berbulu dan bisa bergerak sendiri. Mirip monster akan tetapi berukuran mini, aku mengambilnya. Ibuku berteriak “jangan…, jangan…, itu gatal..”. Ibuku mengambilnya lalu membuangnya, saat itulah aku berkenalan dengan benda yang bernama ulat. Bagiku pada saat itu bukan ulat, tapi monster. Akhirnya aku tau jika ulat yang berbulu kebanyakan jika bersinggungan dengan kulit menyebabkan rasa gatal di badan

MENCARI KEBIJAKSANAAN UNIVERSAL

Jika manusia memiliki persepsi masing-masing dan tingkat kebenaran masing-masing pula. Bagaimana caranya menentukan persepsi bersama dan kebenaran bersama?
Hanya dengan toleransi dan saling menghargai jawabannya. Namun, sampai manakah batasan toleransi tersebut?
Sebuah kasus terjadi di salah satu kampus terbesar di Indonesia. Kasus BOP Berkeadilan namanya. Si kaya menganggap tidak adil, karena membayar dengan lebih mahal akan tetapi fasilitas yang diterima sama dengan yang membayar lebih murah. Sementara si miskin menganggap tidak adil juga, karena selama ini yang bisa menikmati pendidikan tinggi hanya si kaya, dan akhirnya menuntut pembayaran diperkecil karena tidak mampu.
Bagaimana menyikapi kasus ini?
Jadi jika ingin mendapatkan fasilitas yang serba wah kita kira bukan di institusi pendidikan. Jika kita melihat masa lalu, apakah konsep pendidikan di Indonesia seperti ini?
Konsep Pendidikan Kelas yang katanya "modern" ternyata diambang kegagalan, hal ini terlihat dengan hadirnya sekolah-sekolah yang berkonsep "Home Schooling". Yang diharapkan bisa mencari solusi permasalahan hidup sehari-hari.
Namun, dengan kebijaksanaan sebuah keyakinan bertambah dengan saling memperbaiki kualitas hidup. Dan tidak semua yang berlatar barat baik, serta yang berlatar timur juga baik. Karena global filosofi memadukan keduanya.